top of page

APA MANJUR?


Ada seorang bercerita tentang betapa sakit hatinya dia kepada seseorang. Dan sakit hatinya, meski sudah lama terjadi, membuat dia setiap saat bertambah sakit hati kepada orang tadi. Dan itu membuat dia tidak bahagia selama hampir dua puluh lima tahun lamanya. Dalam hati saya, "betapa tidak masuk akalnya ini orang", sayangnya saya tidak bisa dan tidak boleh ngomong begitu. Saya teringat akan alkisah ada seorang guru di sekolah membagikan satu kantong plastik dan meminta murid-muridnya mengikat di pinggang dan tidak boleh melepaskannya selama seminggu. Para murid bertanya-tanya, tapi guru tidak menjelaskan. Guru itu kemudian membuka satu karung besar yang berisi sayuran kol. Kepada muridnya diperintahkan untuk memikirkan dengan teliti ada berapa orang yang membuat muridnya sakit hati. Dan untuk setiap satu sakit hati yang dirasakan murid tadi boleh mengambil sebutir kol untuk dimasukkan ke kantong plastik yang dibagikan. Ada yang mengambil banyak, ada yang mengambil beberapa, dan ada yang tidak mengambil sama sekali. Pelajaran dimulai. Saat istirahat murid-murid kebanyakan keasikan dengan plastik dan kol yang terikat di pinggang mereka. Bahkan antar mereka saling bercerita sakit hati apa saja sehingga mereka ada yang memiliki banyak dan ada yang memiliki beberapa. Yang tidak memiliki kol di kantongnya cuma bisa mendengar. Hari berlalu. Yang memiliki banyak kol sudah merasa direpotkan karena harus membawa beban berat kesana kemari, demikian juga yang memiliki beberapa, tidak demikian bagi yang tanpa beban. Bukan itu saja ternyata, kol-nya di hari selanjutnya mulai membusuk. Beban bau menjadi beban bagi semua murid yang ada termasuk yang tidak terbebani kol. Guru meminta semua murid membuang semua ke tempat sampah. Guru bertanya kepada para muridnya, "apa perlu dijelaskan pelajaran yang diambil dari percobaan kol tadi?" Semua murid menggelengkan kepala. Saya bertanya dalam hati, "Apa manjur kalau saya cerita soal kol ini kepada orang itu mengingat dia sudah membawanya hampir seperempat abad?"

Semoga melalui tulisan ini kita dapat belajar memaafkan, keuntungan memaafkan itu bukan untuk orang yang dimaafkan tapi untuk diri kita sendiri.

Sumber : Handoko Wignjowargo, Director at PT Trimita Cipta Sinerji and Managing Partner MAESTRO Consulting-Coaching-Communicating.

Silahkan tinggalkan komentar Anda tentang posting ini, terima kasih.

Featured Posts
Recent Posts
Archive
Search By Tags
No tags yet.
bottom of page